Selasa, 21 Mei 2013

PENGEMBANGAN KREATIVITAS ISWA

Pelatihan jurnalistik sebagai bentuk pengembangan kreativitas siswa.
Pada dasarnya, bakat kreatif  itu ada pada setiap orang. Bakat tersebut didorong oleh satu kebutuhan dasar yaitu aktualisasi diri. Keinginan seseorang untuk menunjukkan jati dirinya kepada masyarakat dan atau lingkungannya akan membuat dia berupaya mengekspresikan diri semaksimal mungkin, sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimilikinya. Jadi kreativitas tidak hanya dimiliki oleh anak-anak jenius saja, tidak juga merupakan faktor bakat atau keturunan. Kreativitas dapat dibentuk, diciptakan dan dikondisikan suasana yang kondusif bagi tumbuh kembangnya kreativitas tersebut.
Membangun suasana kondusif untuk menghadirkan kreativitas dapat dilakukan dengan merombak cara pandang masyarakat yang keliru dan memperbaiki kondisi pendidikan. Pendidikan yang dimaksud disini, tidak hanya terbatas pada pendidikan formal saja. Kreativitas juga dibangun oleh pendidikan nonformal, pendidikan keluarga, masyarakat, bahkan pendidikan pribadi. Berbagai unsur pendidikan yang kompleks itulah yang dituntut menciptakan ruang gerak bagi hadirnya kreativitas.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki peran yang istimewa dan strategis di dalam menumbuhkembangkan kreativitas terutama kepada anak didik. Keistimewaan sekolah dibanding lembaga lainnya atau unsur-unsur masyarakat yang lain, terletak pada kenyataan akan adanya anggapan pada sebagian besar masyarakat bahwa makna pendidikan bertitik fokus pada lembaga pendidikan formal.    
Sehingga sekolah dipandang sebagai barometer dalam merancang dan menerapkan pola didik yang ideal. Pola didik yang dilaksanakan sekolah lambat laun akan mensosialisasi dengan sendirinya dalam kehidupan masyarakat. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, juga memiliki kekuatan formal dalam mendidik dan mengarahkan siswanya yang notabene masih steril dari pengaruh negatif dunia luar (dunia di luar pendidikan), sehingga punya cukup kekuatan untuk menanamkan kreativitas pada pribadi anak didik.
Membangun kreativitas pada diri siswa setidaknya harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, manajemen dan kurikulum pendidikan yang kredibel dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap keberhasilan siswa. Sarana dan prasarana yang dimaksud, seperti perpustakaan yang sarat dengan buku, peralatan praktikum yang memadai dan memenuhi standar, atau fasilitas lain yang mendukung aktualisasi diri siswa, akan menciptakan suasana yang serasi dan secara perlahan-lahan akan membawa siswa untuk mendapatkan berbagai pengalaman.
Manajemen dan kurikulum pendidikan hendaknya memacu potensi sumber daya yang dimiliki siswa, dan bukan beriorientasi pada prestise lembaga pendidikan. Selain itu, siswa juga dikondisikan agar merasa aman dan bebas secara psikis. Maksudnya, mereka diterima apa adanya, diberi kebebasan dan bertanggung jawab untuk mengaktualisasikan diri, serta diberi peluang untuk mengungkapkan diri dan untuk menampilkan bakat serta kemampuan mereka. Jangan sampai kurikulum pendidikan justru menjadi penjara yang mengkotaki bakat dan kemampuan anak didik, serta dengan cara paksa menyeret mereka (baca; siswa) untuk larut dalam sistem.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah memberi sajian-sajian alternatif kreativitas yang memancing siswa untuk secara kritis menentukan pilihan gambaran masa depan sesuai dengan keberadaan dan potensi yang ada pada diri mereka. Jadi kurikulum harus elastis, berkompromi dengan kondisi anak dan lingkungannya, serta berfungsi sebagai jembatan yang mengantar siswa melintas untuk mencapai tujuan. Tentu saja tidak hanya satu jembatan yang disediakan, tetapi banyak. Sehingga siswa punya pilihan, jembatan mana yang sesuai untuk mengantarkan diri mereka mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Faktor yang urgen dan signifikan sekali dalam menentukan juga dalam menumbuhkembangkan kreativitas ilmiah siswa di lembaga pendidikan formal adalah peran tenaga pendidik (Guru). Kreativitas siswa akan dapat berkembang bila para pendidik mendukung proses aktualisasi diri tiap siswa. Karena itu, penting sekali untuk membolehkan siswa berpikir mandiri, berpikir kritis, dan berpikir divergen atau berpikir lebih kreatif. Mereka jangan dipaksa untuk bersikap konformis atau kompromi dan menyusun jalan pikiran konvergen atau pemikiran yang mengupayakan untuk mencari penyelesaian yang paling  sesuai dan tepat untuk mencari jawaban sesuatu persoalan. Para guru juga harus merubah cara mendidik dengan menanggalkan gaya otokratik, menggantikannya dengan gaya demokratik partisipatif. Gaya yang terakhir ini adalah gaya yang selalu menghargai bakat dan kemampuan anak, serta mengikutsertakan mereka sebagai pelaku, sesuai dengan perkembangan usia.
Model tanya jawab atau dialog antara guru dengan murid layak untuk dikembangkan. Karena cara ini selain bisa dijadikan sebagai medium aktualisasi diri, juga dapat merangsang daya kreativitas. Guru jelas tidak serba tahu, tetapi setidak-tidaknya guru lebih banyak tahu dan dapat membantu mengentaskan keingintahuan siswa terhadap berbagai hal.           
Peran sekolah, lebih khusus guru dalam menumbuhkembangkan kreativitas anak adalah hal yang sangat signifikan  apatahlagi dalam  menciptakan kader-kader siswa yang cerdas dan produktif yang dibaluti dengan ahlakul karimah yang mantap. Pada diri manusia kreatif tidak dikenal adanya kemapaman, steril, dan sempurna. Dia terus mempertanyakan berbagai hal yang perlu dipertanyakan, karena tidak puas dengan kenyataan yang ada dan terus berusaha untuk melakukan penyempurnaan. Manusia kreatif inilah yang nantinya menjadi duta-duta pembaruan, yang eksistensinya menyempurnakan bangunan masyarakat bangsanya dan secara tidak langsung juga melakukan penyempurnaan terhadap bangunan ummat manusia.
Menurut pendapat para ahli jiwa, manusia kreatif itu gemar mencari dan menemukan bentuk-bentuk dan cara-cara baru. Dia mampu membebaskan diri dari kungkungan kebiasaan-kebiasaan yang sudah mantap di dalam masyarakat. Dia memiliki banyak gagasan-gagasan mengungkapkan gagasan-gagasan itu dengan kata-kata yang sesuai. Analogi tersebut akan tercipta manusia produktif dan cerdas. (*/Penulis: Takdir Kahar, S.Pd.)









Tidak ada komentar:

Posting Komentar