Kamis, 30 Mei 2013

MEMPERCEPAT TERWUJUDNYA SEKOLAH UNGGULAN

Sumber gambar : blogspot.com
Sistem tata kelola sekolah agar dapat melaksanakan visi, misi , dan strategi yang telah ditetapkan harus dapat dilakukan dengan baik. Saat ini sistem pengelolaan sekolah seharusnya dapat menggeser suatu paradigma pengelolaan sekolah konvensional menuju pada sistem pengelolaan sekolah modern . Maju mundurnya suatu pengelolaan sekolah menjadi tanggung jawab seluruh warga sekolah. Dalam pengelolaan sekolah perlu dikaji secara masak-masak berdasarkan analisa lingkungan strategis, sumber daya sekolah, kelemahan dan kekuatan sekolah, hambatan dan peluang, serta kepemimpinan kepala sekolah.
Kepemimpinan sekolah sangat menentukan kemajuan sekolah . Paradigma Kepala sekolah sebagai penguasa sekolah yang merupakan ciri pengoloaan sekolah konvensional harus bergeser pada sistem penataan pengelolaan manajemen sekolah modern , dimana pimpinan sekolah harus visioner dapat menjadi seorang motor , inisiator dan fasilitator perubahan menuju pengelolaan sekolah yang modern, kreatif, inovatif , demokrasi , dapat mengayomi seluruh warga sekolah. Hendaknya seorang pemimpin , termasuk kepala sekolah harus menjunjung tinggi ajaran Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantoro “ Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani “. Atas dasar itu kepala sekolah harus dapat mengembangkan sistem yang baru dalam mengelola managemen dan operasional sekolah yang baik dam berwawasan jauh kedepan dalam kerangka otonomi sekolah.
Mengkaji ajaran Ki Hajar Dewantoro , seharusnya kepala sekolah harus menjadi agen perubahan menuju pengelolaan sekolah yang lebih baik. Kepala sekolah bersama Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum, Wakasek Kesiswaan, Wakasek Humas, Wakasek Sarana Prasarana, Koordinator Laboratorium dan Kepala TU harus bersama-sama memotivasi guru , tenaga TU dan karyawan sekolah lainnya memajukan sekolah. Tugas Kepala sekolah memang berat , namun tugas yang berat itu serasa ringan kalau dibagi dengan para wakil-wakilnya . Disini Kepala sekolah harus dapat mendelegasikan sepenuhnya kepada para wakil kepala sekolah sesuai tupoksi yang telah ada. Dan dalam waktu yang ditentukan misalnya setiap minggu atau setiap bulan pekerjaan yang didelegasikan akan dilaporkan dan dievaluasi bersama dalam rapat pembinaan rutin. Kepala sekolah berfungsi sebagai motivator menciptakan tim yang solid dalam tata kelola menejemen sekolah. Kepala sekolah menciptakan kader-kader pemimpin dalam timnya dengan menciptakan pemimpin kolektif, sehingga pemikiran , ide dan gagasan menjadi semakin banyak serta dalam mengatasi suatu kendala pengelolaan sekolah dapat dilakukan secara bersama-sama.
Dalam pimpinan kolektif sekolah peranan kepala sekolah menjadi koordinator dan motivator dapat memberdayakan seluruh potensi sumber daya guru yang ada dalam membuat dan menjalankan program kegiatan sekolah termasuk didalamnya 8 standar nasional pendidikan. Bahkan dalam penyusunan RAPBS , target-target misi yang telah , sedang dan akan dilakukan serta strategi yang digunakan seluruh warga sekolah dalam menyelenggarakan pengelolaan sekolah. Sistem pembinaan dan evaluasi kegiatan selalu harus dilakukan secara berkala sehingga kemajuan sekolah dari waktu-kewaktu dapat diukur tidak keberhasilannya.
Dalam pembagian kerja , kepala sekolah dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan para seluruh guru , staf tata usaha dan karyawan sekolah dalam berbagai inovasi dan terobosan program kegiatan sekolah. Pimpinan kolektif di sekolah akan dapat menciptakan ide , gagasan, inovasi yang semakin banyak sehingga dalam tugas dan tanggung-jawab dapat dilakukan secara bersama-sama. Kebersamaan akan tumbuh dengan baik , menghilangkan kesenjangan, menghilangkan kecurigaan dan begitupula rasa memiliki sekolah juga tumbuh semakin besar dimiliki oleh seluruh komponen sekolah. Pada akhirnya pimpinan kolektif sekolah dapat menjalan tata kelola menejemen sekolah dengan baik. Jalannya operasional sekolah secara nyata akan dapat diukur tingkat kemajuannya sesuatu dengan misi sekolah dan tidak lama lagi terjadi lompatan kemajuan sekolah yang sangat pesat sesuai dengan visi sekolah yang di cita-citakan bersama.
 Penulis : Trisno Widodo , Guru SMP Negeri 11 Bogor
(Sumber: http://guru.or.id)

SELEKSI GUPRES TINGKAT KABUPATEN SINJAI

Kegiatan seleksi Gupres Kab. Sinjai tahun 2012

Kembali tahun 2013 ini, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sinjai kembali melakukan seleksi guru, kepala sekolah dan pengawas berprestasi tingkat kabupaten Sinjai.
Kepala Dinas Pendidikan Sinjai, Dra. Mas Ati, ketika memimpin rapat persiapan gupres, Jumat (24/5) di ruang rapat Dinas Pendidikan Sinjai berharap bahwa seleksi guru dan kepala sekolah serta  pengawas berprestasi di kabupaten Sinjai terlaksana dengan baik. Sehingga hasilnya dapat ditemukan guru, kepala sekolah dan pengawas yang betul mampu nanti berbicara di tingkat provinsi dan nasional.
Sekadar diketahui, pelaksanaan gupres 2013 ini akan dilaksanakan selama tiga hari tanggal 3 - 5 Juni 2014 yang dipusatkan di ruang pertemuan Handayani Dinas Pendidikan Sinjai.
Sehubungan dengan kegiatan tersebut dihimbau semua guru-guru dan kepala sekolah di semua tingkatan untuk mengikuti seleksi guru berprestasi tingkat kabupaten Sinjai. Sebagai bahan pemahan tentang gupres ini, maka berikut ini dipaparkan petunjuk teknis kegiatan dengan ketentuan :
1. Menyerahkan persyaratan administrasi sebagai berikut :
A. Pemilihan Guru Berprestasi
a. Guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) atau bukan PNS serta tidak sedang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah atau sedang dalam proses pengangkatan sebagai kepala sekolah atau sedang dalam transisi alih tugas ke unit kerja lainnya.
b. Aktif melaksanakan proses pembelajaran/bimbingan dan konseling yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kepala sekolah
c. Mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai guru secara terus menerus sampai saat ini diajukan sebagai calon peserta, yang dibuktikan dengan SK CPNS atau SK Pengangkatan dari yayasan/pengelola bagi guru bukan PNS
d. Melaksanakan beban mengajar sekurang-kurangnya 24jam tatap muka perminggu yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kepala sekolah.
e. Belum pernah dikenai hukuman disiplin atau tidak dalam proses pemeriksaan pelanggaran disiplin yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kepala sekolah yang diketahui oleh Kepala UPTD untuk SD, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo untuk SMP, dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kulon Progo untuk MI dan MTs.
f. Melampirkan bukti prestasi yang dicapai dalam bentuk laporan tertulis (evaluasi diri) yang disyahkan oleh kepala sekolah dan dilampirkan rekomendasi dari dewan guru atau komite sekolah bahwa guru yang bersangkutan adalah guru berprestasi melebihi guru lain.
g. Melampirkan penilaian pelaksanaan pembelajaran atau kinerja guru yng dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah .
h. Melampirkan bukti partisipasi dalam kemasyarakatan berupa surat keterangan atau bukti fisik berupa rekomendasi dari penanggungjawab organisasi kemasyarakatan yang disyahkan olah kepala sekolah.
i. Melampirkan portofolio
j. Guru-guru yang pernah meraih predikat guru berprestasi peringkat I, II dan III tingkat nasional tidak diperkenankan mengikuti program ini.
k. Guru-guru yang pernah meraih predikat guru berprestasi Peringkat I, II dan III tingkat kabupaten, provinsi dan nasional dapat mengikuti program ini setelah 5 tahun.
B. Pemilihan Kepala Sekolah Berprestasi :
a. Memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S1) atau diploma 4(D4)
b. Masa kerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun berturut-turut sebagai kepala sekolah di sekolah yang sama (TMT Penugasan sebagai kepala sekolah di sekolah tersebut) dengan prestasi yang terbaik.
c. Belum pernah dijatuhi hukuman disiplin sebagai pegawai (dibuktikan dengan surat keterangan dari atasan/yayasan)
d. Belum pernah menjadi juara pemilihan kepala sekolah berprestasi tingkat provinsi dan nasional.
(*/Takdir Kahar/dari berbagai sumber)

Rabu, 22 Mei 2013

PENGUATAN AKAR BUDAYA BANGSA



Dari waktu ke waktu, kebudayaan selalu mengalami perubahan. Terlebih terhadap kebudayaan masyarakat juga mengalami pertemuan saling silang dengan kebudayaan masyarakat atau kelompok masyarakat lain.  Seiring dengan perjalanan waktu, lambat laun akan terus bergerak dan menggerogoti kebudayaan-kebudayaan dan mengikis kemurnian budaya di tengah masyarakat. Tidak tertutup kemungkinan dalam keragaman kebudayaan akan hilang makna dan pada akhirnya akan keluar dari bingkai budaya.
Mengantisipasi kondisi tersebut, perlu penguatan akar kebudayaan untuk tetap berada dalam lingkaran budaya yang sesungguhnya. Masyarakat sebagai penganut budaya bangsa, harus memiliki kekuatan penuh untuk dapat memilih dan memilah  terhadap gempuran budaya luar yang terus menggembosi kebudayaan-kebudayaan masyarakat.
Sekadar diketahui bahwa kebudayaan hanya dimiliki oleh masyarakat manusia yang tidak diturunkan secara cepat, tetapi diperoleh melalui proses belajar. Kebudayaan didapat, didukung, dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan juga merupakan pernyataan atau perwujudan dari kehendak, perasaan, dan pikiran manusia.
Memaknai kebudayaan yang sesungguhnya ibarat bulan yang menyinari jagad bumi. Sama dengan petuah leluhur masyarakat Bugis dan Makassar yang bunyinya ”Malilu Sipakainga, dan Mali Siparappe”.  Artinya saling mengingakan kepada sesama manusia untuk tidak saling melupakan, serta saling membantu dan menolong kepada sesama manusia.  Konsepsitas  petuah tersebut telah mendarahdaging dalam runutan budaya masyarakat Bugis dan Makassar. Tidak mengherankan bila simpatisme dan sosialisme menjadi pilar budaya yang utama di tengah-tengah masyarakat.
Kita dapat melihat dalam kehidupan sehari - hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan, tetapi mereka belum paham arti  kebudayaan itu sendiri. Setiap hari orang melihat, mempergunakan dan bahkan kadang - kadang merusak kebudayaan. Mereka tidak menyadari bahwa kebudayaan itu merupakan warisan dari nenek moyang yang seharusnya kita lestarikan.
Dalam kehidupan yang lebih maju dan modern saat ini telah menyadarkan banyak orang bahwa kebudayaan mempunyai peranan dan kedudukan penting dalam proses pembangunan. Proses perubahan kebudayaan itu berjalan terus - menerus dan berkesinambungan. Setiap masyarakat akan mengalami perubahan baik secara lambat maupun secara cepat. Kesadaran itu muncul bukan semata - mata karena banyaknya masalah - masalah sosial budaya yang timbul tetapi pendekatan kebudayaan tampaknya lebih berkemampuan.
Kebudayaan sebagaimana diterangkan di atas, dimiliki oleh setiap masyarakat. Perbedaannya terletak pada kebudayaan masyarakat yang satu lebih sempurna daripada kebudayaan masyarakat lain di dalam perkembangannya untuk memenuhi segala keperluan masyarakat. Misalnya sejak zaman dahulu manusia telah melakukan berbagai aktifitas yang membudaya atau turun temurun dari generasi ke generasi. Baik manusia berkebudayaan kuno ataupun modern, semuanya bekerja guna bertahan hidup. Yang membedakan hanya jenis - jenis pekerjaan yang dilakukan.
Satu hal yang perlu diketahui, kebudayaan dihasilkan manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan, dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber - sumber alam yang ada disekitarnya. Atas dasar itu, kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan - tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan.
Secara sederhana seperti yang biasa kita lihat yaitu kesenian. Kesenian dapat diartikan sebagai hasrat manusia terhadap keindahan. Bentuk keindahan yang beraneka ragam itu timbul dari permainan imajinasi kreatif yang dapat memberikan kepuasan batin bagi manusia. Dalam bahasa kesenian, manusia tidak berbicara dengan pikirannya melainkan langsung mengadakan komunikasi dengan perasaannya. Pada saat itu terpancarlah satu kegairahan kreasi spontan yang membawa seniman keluar dari kehidupan sehari - hari dan masuk ke dalam dunia yang penuh keindahan, kebesaran, kegirangan, akan tetapi juga penuh dengan kesedihan.
Supaya hasrat manusia akan keindahan itu tersalurkan dan dapat dinikmati, maka kesenian harus menjelma dalam sebuah bentuk nyata. Setiap masyarakat memiliki bentuk kesenian yang berbeda sesuai dengan keadaan masyarakatnya. Kesenian yang berkembang dalam kelompok masyarakat perkotaan berbeda dengan masyarakat pedesaan. Kesenian masyarakat modern berbeda pula dengan kesenian masyarakat tradisional. Perbedaan tersebut disebabkan antara lain oleh sistem nilai, kondisi alam dan lingkungan, serta tatanan sosial - budaya.
Selain dari pada itu kita lihat dari pakaian. Pada awalnya motivasi orang memakai pakaian adalah untuk melindungi badan dari cuaca panas dan dingin. Ketika itu bentuk pakaian amat sederhana. Bahannya bisa berasal dari kulit tumbuhan, kulit binatang, bahkan dedaunan.
Seiring berkembangnya pola pikir manusia, lambat laun motivasi tentang berpakaian pun berubah. Bahan pakaian yang berasal dari alam mulai ditinggalkan dan beralih kepada bahan - bahan yang lebih praktis serta memberi kenyamanan bagi sang pemakai. Bentuk pakaian yang semula asal - salon menutup tubuh, berubah menjadi beragam model pakaian. Mereka seolah tidak puas dengan semua itu, celana yang dikenakan pun tak jauh dari bajunya. Kesemuanya itu merupakan hasil ciptaan manusia melalui suatu kreatifitas budaya.
Selanjutnya, perkembangan tentang pakaian memasuki wilayah gaya (mode). Dari tahun ketahun model pakaian terus berkembang. Pengembangan bahan juga terus berlangsung demi menemukan pakaian yang paling nyaman dikenakan. Akhirnya, berkembanglah industri - industri pakaian yang mencoba menawarkan produknya kepada para konsumen.
Rentetan peristiwa tersebut merupakan contoh dinamika kebudayaan. Pandangan tentang pakaian selalu bergerak mengikuti arus keinginan masyarakat. Hal tersebut tidak mengejutkan, mengingat dinamika seperti ini juga terjadi pada kebudayaan yang lain.
Dari contoh di atas, masih ada contoh lain yang berkembang pada kebudayaan Indonesia. Kita dapat lihat dari segi agama (religi). Asal mula terjadinya atau terbentuknya religi dalam masyarakat adalah adanya keyakinan akan adanya kekuatan sakti dalam hal - hal yang luar biasa dan gaib. Keyakinan akan adanya kekuatan sakti yang tidak tercerap indra itu kemudian meluas menjadi keyakinan bahwa segala hal yang diperlukan manusia dalam kehidupannya, seperti tumbuh - tumbuhan dianggap memiliki jiwa dan dapat berpikir seperti manusia. Setelah itu, berkembang lagi keyakinan tentang adanya berbagai macam roh yang seakan - akan memiliki identitas serta kepribadian sendiri - sendiri (animisme dan dinamisme). Selanjutnya, keyakinan itu berkembang menjadi keyakinan akan adanya berbagai macam dewa yang menjadi penyebab dari segala adat istiadat dan kepandaian manusia. Pada akhirnya keyakinan itu berkembang menjadi keyakinan akan adanya suatu zat yang menguasai alam semesta. Dari titik inilah agama - agama besar di dunia seperti Kristen dan Islam mulai berkembang. 
Didalam pengalaman manusia, kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia, walaupun hal itu jarang disadari oleh manusia sendiri. Gejala tersebut secara singkat dapat diterangkan dengan penjelasan bahwa walaupun kebudayaan merupakan atribut manusia. Namun tak mungkin seseorang mengetahui dan meyakini seluruh unsur kebudayaannya. Betapa sulitnya bagi seorang individu untuk menguasai seluruh unsur - unsur budaya yang didukung oleh masyarakat. Sehingga, seolah - olah kebudayaan dapat dipelajari secara terpisah dari manusia yang menjadi pendukungnya. Jadi perubahan budaya sebenarnya merupakan suatu proses yang wajar terjadi dalam kehidupan masyarakat. Namun demikian, sering terjadi pada kasus - kasus tertentu, perubahan tersebut menimbulkan adanya sikap setuju dan tidak setuju dari individu atau kelompok masyarakat tertentu.   
Selain itu, kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota - anggotanya seperti kekuatan alam, maupun kekuatan lainnya di dalam masyarakat itu sendiri yang tidak selalu baik baginya. Kecuali itu, manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan, baik dibidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan - kebutuhan masyarakat tersebut di atas, untuk sebahagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Dikatakan sebagian besar, oleh karena kemampuan manusia sangatlah terbatas, dengan demikian kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaannya juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Semua budaya diteruskan dan diwariskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya melalui proses belajar, bukan diwariskan secara biologis. Artinya, seorang anak tidak akan secara otomatis pandai berbicara, terampil bermain dengan sesama anak sebayanya, atau patuh akan segala tradisi yang terdapat pada lingkungan sosial budayanya.
Melalui proses panjang, seorang individu semenjak dilahirkan akan belajar berintegrasi dengan lingkungan sosialnya. Ia juga akan belajar menyatukan dirinya dengan lingkungan budayanya. Di samping itu, melalui pengembangan budaya yang dilakukan, manusia mampu membentuk berbagai tipe adaptasi sesuai dengan potensi alam yang tersedia.
Berdasarkan proses kebudayaan di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya isangat mudah kita lakukan, tetapi harus ada komitmen dan kemauan besar menyertainya. Dengan demikian sistem nilai dan gagasan dari budaya tersebut dapat dihayati betul oleh pendukung budaya dalam kurun waktu tertentu.
Tidak terkecuali sebagai generasi penerus bangsa untuk lebih proaktif mengembangkan budaya bangsa Indonesia, sehingga nantinya dapat terjaring semua motivasi dan pola pikir ke arah yang lebih baik dan lebih cerah serta bisa dihasilkan berbagai karya berdasarkan nilai, cara berpikir, dan pola tingkah laku yang berbudaya. Dengan demikian, akar kebudayaan tetap berkembang dan lestari sebagai perwujudan keragaman bangsa dalam bingkai budaya. (*)

MEMBANGUN KEARIFAN BUDAYA



Foto: Google.com-Batik sebuah simbol kearifan budaya

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri dari ribuan pulau dengan memiliki beragam budaya yang penuh nilai. Semua itu tidak boleh dijadikan dinding penghalang bagi warga Negara Indonesia untuk membina kerukunan, persaudaraan, toleransi, dan kerjasama. Namun, semua itu harus disyukuri, dihargai, dijaga, serta dilestarikan, agar Bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang makmur, aman, dan  sentosa.
Sebagai warga Negara Indonesia, tentu diketahui tentang hasil kekayaan bangsa yang melimpah ruah seperti, rempah-rempah, kayu jati, vanili, coklat, dan lain-lain. Semua hasil alam itu menjadi barang ekspor dan incaran sejumlah negara di dunia. Kekayaan yang melimpah tersebut sangat menguntungkan bagi Bangsa Indonesia serta dikenal diberbagai penjuru dunia.
Bukan hanya hasil alam yang membuat Bangsa Indonesia terkenal, namun faktor kebudayaan yang membuat Bangsa Indonesia semakin terkenal di mata dunia.  Akar-akar budaya bangsa yang telah mendarahdaging pada diri tiap individu Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan budaya bangsa tersebut merupakan warisan dari nenek moyang  yang telah bersusah payah menjadikan keanekaragaman budaya sebagai sarana untuk bersatu padu. Akan tetapi, masih banyak warga Negara Indonesia yang tidak peduli. Parahnya lagi, masih ada orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan menganggap bahwa budaya adalah hasil karya mereka sendiri. Sehingga mereka dengan leluasa menjadikan budaya itu sebagai sarana untuk bersaing dan eksploitasi untuk kepentingan pribadi.
Kendati kodrat manusia terpatri rasa yang tidak pernah puas, namun sifat-sifat tersebut harus tetap di filter berdasarkan situasi dan kondisi yang ada.   Kewajaran-kewajaran yang terkadang dilakukan manusia jangan terus dijadikan pembenaran untuk menghalalkan segala cara untuk meraih keinginan dan keuntungan pribadi. Termasuk dalam keragaman budaya yang harus dijadikan sebagai sarana untuk tetap bersatu.  
Apabila ketamakan dan kepentingan pribadi yang didahulukan, maka dapat dipastikan semakin kaburnya nilai-nilai dan sendi-sendi budaya yang sesungguhnya. Bahkan sudah tidak ada lagi benih-benih persatuan yang tertanam pada diri manusia. Yang ada dalam  benak hanyalah kedudukan dan jabatan serta tidak lagi peduli pada sesama. Seolah-olah dunia ini hanyalah milik pribadi saja. Sungguh benar-benar keterlaluan.
Keanekaragaman budaya telah dijadikan medan laga untuk menomor satukan daerah, suku, agama, ras, bahkan kedudukan sendiri. Seharusnya harus disadari dengan apa yang telah dilakukan. Sifat individualistik, ketamakan, dan keserakahan yang dimiliki justru akan membawa pada kehancuran. Berbagai tragedi dan bencana akan melanda kehidupan hingga akhirnya peristiwa tersebut akan menewaskan dengan tragis. Sungguh mengenaskan.
Adanya sejumlah oknum yang melakukan bentuk pelanggaran terhadap budaya mungkin tidak adanya  pemahaman  tentang keanekaragaman budaya sebagai anugerah Tuhan yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu, kita harus bersyukur karena Bangsa Indonesia termasuk salah satu bangsa yang dipercaya oleh Tuhan dalam menjaga kerukunan hidup. Namun, perlu diketahui bahwa kerukunan hidup dapat dijaga dengan cara tidak menjadikan keanekaragan budaya sebagai sarana untuk berpecah belah.
Seandainya semua manusia memiliki sifat yang sama, tentu saja tidak akan terjadi sengketa yang dapat menghancurkan nama baik bangsa Indoneisa di dunia internasional. Satu hal yang perlu dipertanyakan, apakah keanekaragaman budaya harus dijadikan sarana untuk memporak-porandakan Bangsa Indonesia?.  
Hanya kita sendiri yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Namun, harus disadari bahwa sebagai bangsa yang majemuk, tidak sepantasnya  mencari cara untuk saling mengejek, saling mengolok-olok, dan saling bermusuhan. Sebaiknya disadari kedudukan kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Kita telah dibekali akal, insting, dan nurani untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Jika selalu mencari cara untuk berselisih, itu tandanya kita sama rendahnya dengan binatang yang tidak mampu membedakan segala sesuatu. Apakah kita tidak merasa malu?
Seharusnya kita merasa bangga, karena Bangsa Indonesia  adalah salah satu bangsa yang kaya di dunia. Meskipun Negara Indonesia masih terlilit utang yang menumpuk. Untuk itulah jangan mempersulit lagi pemerintah, karena mereka telah bersusah payah menjadikan Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mampu mengatasi berbagai persoalan yang telah melibatkan bangsa  sendiri.
Sebagai warga negara yang baik, kita tidak perlu bersengketa. Segala sesuatu harus kita landaskan pada “Pancasila”, karena Pancasila merupakan dasar negara yang patut kita jadikan pedoman dalam bertingkah laku, termasuk dalam menempatkan keanekaragaman budaya sebagai kekayaan negara yang tidak ternilai harganya. Apakah kita sama sekali tidak merasa malu jika negara lain menertawakan negara kita yang berselisih hanya karena kepentingan pribadi warga negaranya?
Jika kita terus menerus berselisih, budaya asing dapat dengan mudah masuk di negara kita, dan tanpa disadari negara kita akan menghilangkan kebudayaan asli yang selama ini telah mendarahdaging pada diri kita masing-masing. Apakah kita tega melihat negara kita kacau balau disebabkan karena ulah warga negaranya sendiri? Dan apakah kita tega melihat keanekaragaman budaya yang tadinya menjadi salah satu kebanggaan bangsa, kita biarkan hilang bagai ditelan bumi?
Sungguh sangat keterlaluan. Seharusnya sebagai warga Negara Indonesia, kita harus menentang segala bentuk budaya asing yang dapat merusak moral anak bangsa, dan dengan sendirinya akan menjadikan bangsa kita sebagai bangsa yang tidak menghargai moral dan etika serta Tuhan Yang Maha Esa. Hal itu tentu saja dapat dihindari sejak dini, sebelum negara kita benar-benar menjadi negara yang lupa akan jati dirinya.
 Oleh karena itu, diharapkan kerjasama dan partisipasi dari segala pihak, baik dari pihak pemerintah yang bertugas sebagai pamong kebudayaan, maupun dari rakyat itu sendiri. Bukankah Tuhan telah menyerukan kepada umat manusia untuk merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Hal ini tentu dapat dijadikan acuan untuk mengubah segala bentuk keterpurukan Bangsa Indonesia, agar Bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju, baik dalam bidang ekonomi, teknologi, maupun dalam bidang pendidikan.
Bukankah kita harus merasa bangga karena keanekaragaman budaya kita! Karena selama ini Bangsa Indonesia dikenal karena budayanya. Keanekaragaman budaya inilah yang mengundang banyak wisatawan mancanegara untuk menyaksikan Bangsa Indonesia yang beranekaragam tapi tetap disatukan oleh satu semboyan yaitu “BHINEKA TUNGGAL IKA” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Harusnya kita senang dan kagum karena keanekaragaman budaya yang kita miliki itulah, sehingga para wisatawan mancanegara dengan sengaja melakukan tour wisata untuk menyaksikan keanekaragaman budaya Bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, sebagai generasi muda yang tahu balas budi, harus menghargai segala bentuk maha karya dan perjuangan yang telah diusahakan oleh nenek moyang dahulu. Selain itu, kita harus menjaga dengan baik keanekaragaman budaya yang kita miliki, serta harus memilah-milah segala bentuk budaya asing yang masuk di Indonesia. Budaya asing yang bersifat positif kita terima dengan baik, seperti ilmu pengetahuan. Sedangkan budaya asing yang bersifat negatif harus kita tolak mentah-mentah, seperti minum-minuman keras, memakai busana yang bertentangan dengan kebudayaan Indonesia dan melalukan seks bebas.
Realitas tersebut harus dihindari, agar Bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang beradab berdasarkan pada “ Ketuhanan Yang Maha Esa”. Selain itu, kita juga tidak boleh meniru gaya-gaya orang barat, karena hal itu akan membawa pada krisis moral dan menjauhkan kodrat manusia pada nilai-nilai agama.
Oleh karena itu, kita harus bangga memiliki budaya yang beranekaragam, karena hal itulah yang membedakan dengan negara-negara lain. Pada intinya keanekaragaman budaya akan membawa kita pada persatuan dan kesatuan bangsa.  Selain itu, keanekaragaman budaya tidak boleh dijadikan  sebagai sarana untuk memporak-porandakan bangsa sendiri. Karena hal itu sangat bertentangan dengan kepribadian Bangsa Indonesia dan juga sangat bertentangan dengan ajaran agama. Akan tetapi, sebagai wujud komitmen bersama dalam melestarikan khasanah kebudayaan yakni tetap konsisten dalam membangun kearifan budaya nenek moyang dari generasi ke kegenerasi.  (*)



BUDAYA DAERAH DAN GEMPURAN MODERNISASI



Foto: Dok. Larasita Gandhy

Eksistensi  dunia global dewasa ini telah membuat batas-batas politik, ekonomi dan sosial budaya antar bangsa semakin buram dan kabur. Namun sama kurang tepatnya ketika ditransformasi tanpa adanya sikap kritis dan selektif oleh bangsa itu sendiri dalam pemaknaan realitasnya. Pada hakekatnya, setiap bangsa selalu menjaga dan berusaha mempertahankan kemurnian identitas bangsanya. Sementara globalisasi yang hadir dengan kekuatan yang dahsyat mampu menggerakkan teater global dalam suatu konstruk.
Pada konteks inilah sehingga identitas suatu bangsa menjadi semakin penting dan padat  dibahasakan. Sebab membanjirnya pengaruh dari luar, merupakan ancaman besar bagi sendi-sendi kultural budaya bangsa dengan sendirinya dapat menjadi benalu dalam mempertahankan esensial bangsa. Hal  ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang ikut menjamin kelestarian identitas suatu bangsa adalah sejauh mana bangsa itu mampu mempertahankan budayanya dari pengaruh asing yang masuk secara serampangan.
Olehnya itu, seiring modernisai bangsa Indonesia dengan laju pembangunan dewasa ini, jangan sampai nilai-nilai budaya yang telah melekat erat pada naluri bangsa juga ikut termodernisasi oleh pengaruh budaya asing. Dalam wujud kebudayaan, dasar konsep sosial merupakan pusaka yang secara turun temurun terjaga dengan sendirinya karena keutamaan nilai didalamnya dapat memberikan nilai khusus kepada sejumlah konsep abstrak yang bersemayam dalam wadah pikir masyarakat. Konsep abstrak tersebut meliputi hal yang ideal serta dipandang  penting dalam suatu komunitas masyarakat dengan relasi budaya antar daerah di seluruh masyarakat Indonesia. Keanekaragaman latar budaya daerah Indonesia menjadi sesuatu yang sangat bernilai jika terus digali, diolah, dan dikembangkan  sebaik mungkin sehinggga memberikan sumbangsih yang berarti bagi pembangunan dan pengembangan kultur budaya bangsa Indonesia ke depan.
Konsep fenomena budaya dalam asumsi dewasa ini adalah nilai-nilai esensial kebudayaan daerah Indonesia bukan lagi sebagai nilai kemurnian yang mencerminkan makna sebenarnya dari adat budaya. Akan tetapi merujuk pada tajuk bahwa budaya terus larut dalam pembauran unsur-unsur budaya asing. Dinamika tersebut kerap disinggung oleh para pemerhati budaya bahwa perlunya menjaga dan melestarikan budaya bangsa, terutama budaya daerah yang menjadi akar pembangunan bangsa agar tidak terkikis oleh derasnya pengaruh budaya luar yang semakin bebas berkontraksi. Dalam hal ini, sasaran utama pengaruh dunia global terletak pada gaya hidup remaja yang cenderung ikut-ikutan pada budaya-budaya asing sehingga masalah tersebut kian merembes dan menyerang tiap titik nadi dalam adat daerah dengan berawal pada interaksi lisan individu.
Faktor lain yang merupakan sasaran kedua pengaruh asing terhadap budaya daerah tersingkap pada pemakaian bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi juga sering diabaikan. Begitupun bahasa sebagai milik masyarakat yang tersimpan dalam diri masing-masing individu. Setiap individu dapat bertingkah laku dalam wujud bahasa dan tingkah laku bahasa individual  yang dapat berpengaruh luas pada anggota masyarakat utamanya pemakaian bahasa asing yang lebih mendominasi bahasa lisan masyarakat. Dengan kata lain, bahasa hanya sekedar “bunyi yang bersistem”. Akan tetapi persoalan bahasa bukan merupakan sebagai penghambat terciptanya budaya daerah bangsa yang beranekaragam.
Dalam logika pemahaman, sesungguhnya menjadi tanda tanya besar kelangsungan budaya Indonesia adalah aplikasi dan aktualisasi dari perencanaan yang menjadi obyek apresiasi budaya sebagai generasi pecinta budaya dengan didasarkan pada kultur adat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Semua realitas tersebut  perlu mendapat perhatian penuh dari seluruh komponen masyarakat Indonesia.
Bertolak dari defenisi budaya itu sendiri, menurut paham nenek moyang dahulu bahwa kebudayaan adalah jati diri dan kehormatan yang dipegang kuat serta diyakini sebagai suatu senjata sakral dalam pengaturan kehidupan mereka. Ditekankan juga bahwa budaya menyimpan unsur-unsur kemistikan tersendiri bagi masyarakat. Hal ini tergambar pada potret kebudayaan di suatu daerah Sulawesi Selatan, tepatnya di Kabupaten Bulukumba, daerah Kajang.
Di daerah itu, terdapat satu kelompok masyarakat yang sangat kokoh memegang tradisinya. Lantaran, di dalam daerah tersebut  hidup komunitas yang meyakini sebuah nilai-nilai kehidupan yang sangat berbeda dengan tata budaya daerah lain. Bukan hanya soal fisik yang ditampilkan dalam keseharian dengan seragam “kehitaman” namun juga keyakinan mereka yang teguh dan tidak tergoyahkan yang dianut selama ini. Pada hakekatnya, mereka hidup dalam komunitas Kajang merasa tidak ada yang ganjil dalam menjalani kronik kehidupan ini.
Seperti komunitas lainnya di republik ini, mereka tidak ingin mengganggu karena mereka juga tidak ingin diganggu atau dengan kata lain terdapat sikap saling menghargai. Mereka beranggapan bahwa nilai-nilai hidup yang mereka pegang, berjalan sebagaimana nilai-nilai hidup komunitas lainnya. Mereka mempertahankan pola yang dilahirkan oleh sistem nilai budaya warisan nenek moyangnya dan cenderung kurang menerima bahkan menolak sama sekali hal-hal baru yang dianggap bersifat modernisasi.
Dari keyakinan itu sehingga mereka menganggap bahwa nilai-nilai disekutukan dengan nilai-nilai luar, sehingga nilai-nilainya sudah terkikis atau  bahkan hilang. Karenanya, mereka menolak tegas  sehingga hal ini perlu dihargai sebagai bagian dari tatanan adat budaya daerah Indonesia. Selain itu, spesifikasi mereka juga merupakan akibat tidak langsung dari keterisoliran dari “dunia luar”, disamping oleh sistem nilai yang mereka anut memuat sejumlah pantangan yang apabila tidak diindahkan akan menyebabkan hal-hal yang tidak dikehendaki.
Sikap hidup mereka dengan sengaja mengisolir diri dengan maksud supaya terhindar dari perbuatan atau tindakan yang tidak diharapkan dengan mengutamakan prinsip Kamase-masea yang berarti bahwa mengutamakan kehidupan yang miskin di dunia agar kelak memperoleh imbalan kekayaan dari Tuhan di hari kemudian. Sebagai gejala kebudayaan, religi tidak terlepas keterkaitannya dengan kebudayaan luas. Mereka masih memegang kuat kepercayaan animisme, percaya adanya kekuatan-kekuatan pada benda-benda tertentu. Secara formal kelompok Kajang yang berdiam dalam ilalang embayya  mengaku beragama islam, namun pelaksanaan syariat islam tidak begitu dipatuhi dan mereka lebih cenderung memahami islam dari segi hakekat. Dasawarsa belakangan ini, pemerintah telah berusaha mengurangi keterisolasian komunitas tersebut dengan giat memberikan penerangan agama dan pembangunan  tempat peribadatan. Itulah yang membuat wilayah ini mencuat ke permukaan dan dari keunikan tersebut, mengundang para peneliti untuk merasa terpanggil memahami cara hidup dan budaya mereka.
Melihat potret budaya diatas, sehingga perlu dimaknai dengan jelas bahwa dalam dunia global saat ini masih terdapat daerah atau komunitas masyarakat budaya yang tetap memegang teguh pendirian adat budayanya dari pengaruh-pengaruh luar, sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa Indonesia kaya akan keanekaragaman budaya daerah yang merupakan mahkota lahirnya budaya nasional.
Namun semua hal tersebut tidak terlepas dari peran pemerintah dan masyarakat dalam memberikan ruang gerak bagi peminat budaya untuk mempelajari lebih dalam serta memberikan asumsi-asumsi dan kontribusi pelestarian adat daerah demi ketatanan budaya bangsa sebagai simbolisasi bangsa Indonesia. Sehingga kemurnian adat Indonesia dipandang penting untuk dilestarikan dan dipertahankan yang semakin lama semakin tenggelam dan terpuruk sebagai pajangan dalam konsep khasanah kekayaan Indonesia.
Sungguh menjadi suatu tantangan besar bangsa Indonesia dalam mengemban jati diri yang khas dalam kontekstualisasi kesatuan budaya daerah yang beranekaragam. Olehnya itu menyongsong era kedepan, persatuan akan kemurnian budaya daerah menjadi tanggung jawab utama semua elemen masyarakat Indonesia sebagai suatu bentuk refleksi kesadaran generasi Indonesia akan adat budaya daerahnya. Dengan harapan bahwa keanekaragaman tersebut  dapat dijaga sebaik-baiknya sehingga menjadi suatu obyek budaya  dalam indeks potret khas bangsa Indonesia, terutama dalam kemurnian kultur budaya didalamnya. Sehingga dapat sejalan dengan kalimat semboyan Indonesia yang “Berbhineka Tunggal Ika” sebagai bangsa yang berbudaya. Berbudaya dalam bertutur serta berbudaya dalam ukiran masa depan. (*)