Selasa, 22 September 2015

Sekolah Wajib Terapkan Kebijakan Menteri



                                                 Menjadikan sekolah lebih berkualitas, cantik, dan tampan dengan balutan siswa-siswa yang hebat-hebat dan cerdas bermula dari penanaman karakter yang berbudi pekerti  luhur.  Maka tugas sekolah dan elemen terkait untuk saling membangun karakter itu.
 .
 Implementasi gerakan pertumbuhan budi pekerti di sekolah melalui seruan menteri pendidikan dan kebudayaan yang disampaikan melalui surat edaran ke semua tingkatan dinas pendidikan di seluruh Indonesia, disambut baik SMA Negeri 1 Sinjai. Wujud gerakan penanaman karakter dan budi pekerti luhur ini, sejalan dengan visi dan misi SMA Negeri 1 Sinjai.
            Kepala SMAN 1 Sinjai, Drs Muhammad Ali Musa MM, menegaskan pihaknya sangat respon dan serius menanggapi  seruan menteri pendidikan untuk diterapkan di sekolah yang dipimpinnya..
            “Kami sambut edaran menteri, dan siap mengimplementasikan di sekolah”, ujar Muhammad Ali Musa.
Sementara adanya kehawatiran, siswa akan jenuh untuk selalu bernyanyi di awal dan akhir jam  kegiatan pembelajaran dengan menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya dan lagu-lagu nasional dinilai bapak kepala sekolah, sebagai tantangan bagi pelajar untuk membuktikan dirinya sebagai pejuang dan calon pemimpin bangsa yang cinta negerinya sendiri.
            “Tidak ada alasan pembenaran bagi siswa untuk jenuh, apatahlagi untuk menumbuhkan karakter positif bagi budi pekertinya,” papar kepala sekolah.
            Dijelaskan juga,. mewujudkan siswa hebat dan cerdas, para pelajar harus juga banyak berdoa, terutama berdoa juga sebelum belajar, selain menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya dan lagu-lagu nasional. (*Takdir Kahar)

Siswa Wajib Nyanyikan Lagu Indonesia Raya



Kemendikbud memberikan instruksi melalui  Permendikbud nomor 21 tahun 2015 tentang aturan teknis di tahun pelajaran 2015/2016 --dalam edaran menteri- mewajibkan sekolah menerapkan aturan    menteri. Jika ada sekolah yang bandel, akan diberikan sangksi.


Permendikbud  No. 21 tahun 2015 yang dikeluarkan kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sudah disosialisasikan ke semua tingkatan dinas pendidikan di Indonesia. Aturan teknis tersebut, sekolah wajib melaksanakan upacara bendera setiap Senin, orang tua wajib mengantar anaknya ke sekolah di hari pertama masuk, kewajiban berdoa  bersama-sama ketika  akan mengawali dan mengakhiri  proses  pembelajaran di kelas, dan siswa wajib menyanyikan  lagu Indonesia Raya sebelum belajar.
                Khusus Dinas Pendidikan Sinjai, menyerukan dan menyampaikan ke semua sekolah untuk melaksanakan aturan teknis yang dikeluarkan kemendikbud itu.   Kadis Pendidikan Sinjai, Ibu Dra Masati, Agustus 2015, menjelaskan semua sekolah telah melakukan aturan teknis Kemendikbud.  Hanya  saja dipertegas kembali oleh Menteri Kemendikbud, bapak Anies Baswedan, melalui surat edarannya bahwa tujuan utamanya mengajak siswa untuk selalu cinta, selalu rindu, dan selalu sayang akan bangsanya yaitu Indonesia dengan balutan karakter yang berbudi pekerti luhur.
                Kendati aturan itu diamini sudah lama diterapkan di sekolah, namun satu diantaranya dinilai sebagai sesuatu yang baru yaitu kewajiban siswa menyanyikan lagu Indonesia Raya.  Menurut Anies Baswedan dalam edarannya,  siswa menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum belajar dan ketika akan pulang sekolah menyanyikan lagu-lagu perjuangan atau lagu daerah.  (*Takdir kahar)

Senin, 26 Januari 2015

CIRI-CIRI TULISAN YANG BAIK



Tulisan yang baik adalah yang mampu mewakili secara tepat gagasan penulisnya. Enre (1994:5-7) mengemukakan bahwa ada lima ciri-ciri tulisan yang baik, yaitu (1) bermakna; (2) jelas; (3) bulat dan utuh; (4) ekonomis; dan (5) memenuhi kaidah-kaidah gramatika. Kelima ciri-ciri tersebut diuraikan sebagai berikut ini.
1.      Tulisan yang baik selalu bermakna. Tulisan yang baik harus mampu menyatakan sesuatu yang mempunyai makna bagi seseorang dan memberikan bukti terhadap yang dikatakan dalam tulisan.
2.      Tulisan yang baik selalu jelas. Sebuah tulisan dapat disebut jelas jika pembaca dapat membacanya dengan kecepatan yang tetap dan menangkap maknanya.
3.      Tulisan yang baik selalu padu dan utuh. Sebuah tulisan dikatakan padu dan utuh jika pembaca dapat mengikutinya dengan mudah karena ia diorganisasikan dengan jelas menurut suatu perencanaan karena bagian-bagiannya dihubungkan satu dengan yang lainnya, baik dengan perantaraan pola yang mendasarinya atau dengan kata atau farasa penghubung.
4.      Tulisan yang baik selalu ekonomis. Penulis yang baik tidak akan membiarkan waktu pembaca hilang dengan sia-sia sehingga ia akan membuang semua kata yang berlebihan dari tulisannya. Seorang penulis yang ingin mengikuti perhatian pembacanya harus berusaha terus untuk menjaga agar karangannya padat yang lurus ke depan.
5.      Tulisan yang baik selalu mengikuti kaidah gramatika. Tulisan yang menggunakan bahasa yang baku, yaitu bahasa yang dipakai oleh kebanyakan anggota masyarakat yang berpendidikan dan mengharapkan orang lain juga menggunakan dalam komunikasi formal dan informal, khususnya yang dalam bentuk tulisan.
Untuk menghasilkan tulisan yang baik seseorang harus mampu menulis karena menulis merupakan kemampuan yang kompleks yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Dalam hal ini, Hastuti, (dalam Nurjamal, 2011:72) menyatakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu kegiatan yang mempunyai hubungan dengan proses berpikir dan keterampilan ekspresi dalam bentuk tertulis. Kompleksitas tulisan itu disebabkan oleh faktor-faktor yang harus terwujud dalam tulisan, yakni: sistematika tulisan, ejaan, diksi, dan lain-lain.
Selanjutnya, dinyatakan bahwa suatu tulisan dikatakan baik jika tersusun secara sistematis apabila:
a.       terdapat relevansi yang baik antara judul dengan bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup tulisan;
b.      terdapat relevansi yang baik antara bagian awal/ pendahuluan dengan bagian isi dengan bagian akhir/ penutup tulisan, atau sebaliknya;
c.       terdapat relevansi antara kalimat/klausa yang satu dengan kalimat/klausa yang lain dalam tiap  alinea; dan
d.      terdapat relevansi yang pas antara isi tulisan dengan tujuannya. (*Dari berbagai sumber/Takdir Kahar)

AYO MENULIS

Menulis merupakan kegiatan pesan dengan menggunakan tulisan sebagai mediumnya. Pesan yang dimaksud berupa isi atau muatan yang terkandung dalam suatu tulisan. Tulisan merupakan sistem berkomunikasi antarmanusia yang menggunakan simbol atau lambang bahasa tulis yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya.  Aktivitas menulis melibatkan beberapa unsur, yaitu: penulis sebagai penyampai pesan, isi tulisan, saluran atau media, dan pembaca.
Dalman (2011:3) menyatakan bahwa, ”Menulis merupakan suatu kegitan komunikasi  berupa penyampaian pesan (informasi) secara tertulis  kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis  sebagai alat atau medianya”. . Selanjutnya    Nurjamal (2011: 69)  mengatakan bahwa  “Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, menghibur”.
            Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Hasil dari proses kreatif ini disebut dengan istilah karangan atau tulisan.
Menulis merupakan keterampilan berbahasa aktif. Menulis merupakan keterampilan yang sangat kompleks. Menulis juga merupakan media untuk melestarikan dan menyebarluaskan informasi dan ilmu pengetahuan. Orang yang memiliki keterampilan berbicara dan menulis lazim dinamakan terampil berbahasa aktif. Sedangkan orang yang hanya terampil atau mampu menyimak informasi dan membaca suatu bacaan disebut kemampuan berbahasa pasif.
Enre (1994:2) mengemukakan bahwa menulis merupakan kemampuan mengungkapkan pikiran dan juga perasaan dalam tulisan yang efektif. Tentu saja segala lambang (tulisan) yang dipakai haruslah merupakan hasil kesepakatan para pemakai bahasa yang satu dengan yang lainnya harus saling memahami. Apabila seseorang diminta untuk menulis, maka ia akan mengungkapkan perasaannya ke dalam bentuk tulisan. Menulis paling tidak mengandung empat unsur meliputi penulis sebagai penyampai pesan,  pesan atau isi, saluran atau sarana, dan pembaca sebagai penerima pesan. Di samping itu penulis juga mempunyai fungsi. Pertama, fungsi personal (eskpresi), yaitu tulisan yang cenderung tidak meperhatikan aspek struktur dan bersifat bebas. Kedua, fungsi transaksional (praktik) yaitu tulisan yang memperlihatkan interaksi dunia dengan cara menuliskan dan cara menerapkan sesuatu. Ketiga, fungsi artistik (puitik), yaitu tulisan yang berisi ekspresi ide.
Jadi, dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan kegiatan menuangkan ide atau gagasan dengan menggunakan bahasa sebagai medium yang telah disepakati bersama untuk diungkapkan secara tertulis. Menulis juga merupakan suatu kegiatan yang ekspresif dan produktif. Oleh karena itu,  keterampilan menulis harus sering dilatih secara rutin dan berkesinambungan disertai dengan praktik yang teratur agar kompetensi keterampilan menulis dapat dicapai dengan baik. (*Dari Berbagai Sumber/Takdir Kahar)


Senin, 05 Mei 2014

BAHASA JURNALISTIK

Agar penulis mampu memilih kosakata yang tepat mereka dapat memperkaya kosakata dengan latihan penambahan kosakata dengan teknik sinonimi, dan antonimi. Dalam teknik sinonimi penulis dapat mensejajarkan kelas kata yang sama yang nuansa maknanya sama atau berbeda. Dalam teknik antonimi penulis bisa mendaftar kata-kata dan lawan katanya. Dengan cara ini penulis bisa memilih kosakata yang memiliki rasa dan bermakna bagi pembaca. Jika dianalogikan dengan makanan, semua makanan memiliki fungsi sama, tetapi setiap orang memiliki selera makan yang berbeda. Tugas jurnalis adalah melayani selera pembaca dengan jurnalistik yang enak dibaca dan perlu. (Slogan Tempo). Dalam hubungannya dengan prinsip penyuntingan bahasa jurnalistik terdapat beberapa prinsip yang dilakukan (1) balancing, menyangkut lengkap-tidaknya batang tubuh dan data tulisan, (2) visi tulisan seorang penulis yang mereferensi pada penguasaan atas data-data aktual; (3) logika cerita yang mereferensi pada kecocokan; (4) akurasi data; (5) kelengkapan data, setidaknya prinsip 5wh, dan (6) panjang pendeknya tulisan karena keterbatasan halaman. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa jurnalistik itu harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal. Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas. Sifat-sifat itu harus dimiliki oleh bahasa pers, bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Oleh karena itu beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa jurnalistik di antaranya: Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.  Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 wh, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.  Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis).  Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga . Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.  Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif. Namun seringkali kita masih menjumpai judul berita: Tim Ferrari Berhasil Mengatasi Rally Neraka Paris-Dakar. Jago Merah Melahap Mall Termewah di Kawasan Jakarta. Polisi Mengamankan Oknum Pemerkosa dari Penghakiman Massa. Penyusunan bahasa jurnalistik dalam surat kabar berbahasa Indonesia, yang menjadi fakta-fakta harus cepat dipahami oleh pembaca dalam kondisi apa pun agar tidak melanggar prinsip prosesibilitas ini. Bahasa jurnalistik Indonesia disusun dengan struktur sintaksis yang penting mendahului struktur sintaksis yang tidak penting Perhatikan contoh berikut: Pangdam VIII/Trikora Mayjen TNI Amir Sembiring mengeluarkan perintah tembak di tempat, bila masyarakat yang membawa senjata tajam, melawan serta tidak menuruti permintaan untuk menyerahkannya. Jadi petugas akan meminta dengan baik. Namun jika bersikeras dan melawan, terpaksa akan ditembak di tempat sesuai dengan prosedur (Kompas, 24/1/99) Ketua Umum PB NU KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) mengadakan kunjungan kemanusiaan kepada Ketua Gerakan Perlawanan Timor (CNRT) Xanana Gusmao di LP Cipinang, Selasa (2/2) pukul 09.00 WIB. Gus Dur didampingi pengurus PBNU Rosi Munir dan staf Gus Dur, Sastro. Turut juga Aristides Kattopo dan Maria Pakpahan (Suara Pembaruan, 2/2/99) Contoh (1) terdiri dari dua kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua menerangkan pesan kalimat pertama. Contoh (2) terdiri dari tiga kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua serta kalimat ketiga menyatakan pesan yang menerangkan pesan kalimat pertama. Prinsip kejelasan, yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar bahasa teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung ketaksaan akan dengan mudah dan cepat dipahami. Perhatikan Contoh: Ketika mengendarai mobil dari rumah menuju kantornya di kawasan Sudirman, seorang pegawai bank, Deysi Dasuki, sempat tertegun mendengar berita radio. Radio swasta itu mengumumkan bahwa kawasan Semanggi sudah penuh dengan mahasiswa dan suasananya sangat mencekam (Republika, 24/11/98) Wahyudi menjelaskan, negara rugi karena pembajak buku tidak membayar pajak penjualan (PPN) dan pajak penghasilan (PPH). Juga pengarang, karena mereka tidak menerima royalti atas karya ciptaannya. (Media Indonesia, 20/4/1997). Contoh (3) dan (4) tidak mengandung ketaksaan. Setiap pembaca akan menangkap pesan yang sama atas teks di atas. Hal ini disebabkan teks tersebut dikonstruksi oleh kata-kata yang mengandung kata harfiah, bukan kata-kata metaforis. (*)